Search

Keterwakilan Perempuan yang Tak Kunjung Tercapai

Sejumlah organisasi perempuan terus mengupayakan keterwakilan perempuan yang lebih besar di DPR antara lain Aliansi Politik Perempuan, Kaukus Perempuan Parlemen Indonesia dan Maju Perempuan Indonesia. Pertengahan pekan ini organisasi-organisasi itu mendatangi Komisi Pemilihan Umum (KPU) mendesak lembaga itu memperhatikan keterwakilan perempuan pada pemilu 2019.

KPU diminta mengeluarkan aturan tegas soal partisipasi perempuan ini sehingga pada pada pemilu tahun depan keterwakilan perempuan dapat meningkat.

Keterwakilan perempuan menurun dari 18,2 persen pada 2009 menjadi 17,3 persen pada 2014. Hal ini membuat keterwakilan perempuan di badan legislatif menjadi 97 kursi di DPR, 35 kursi di DPD. Jumlah perolehan suara juga menurun di DPRD yaitu rata-rata 16,14 persen sementara di DPRD kabupaten/kota menjadi rata-rata 14 persen.

Koordinator Aliansi Politik Perempuan Yuda Irlang mengatakan keterwakilan perempuan 30 persen di parlemen masih jauh tercapai. Partai politik masih enggan memberikan ruang yang sama dalam partisipasi politik.

Lembaganya bersama organisasi perempuan lainnya tambah Yuda sempat memperjuangkaan adanya 30 persen keterwakilan perempuan di seluruh daerah pemilihan masuk ke dalam undang-undang pemilu tetapi hampir semua partai politik menolaknya.

Partai politik tambahnya hanya bersedia menerima aturan yang berisi sekurang-kurangnya 1 di antara 3 nama calon peserta pemilu adalah perempuan tetapi itu pun tidak untuk seluruh daerah pemilihan. Yuda juga menilai perekrutan yang dilakukan partai politik juga keliru.

"Rekrutmen caleg ada istrinya ini, anaknya ini dan lain-lain atau bahkan ada pengusaha, ada artis yang mereka itu punya duit istilahnya itu bisa ngasih kursi buat partai. Partai itu saja yang dipikirkan menambah jumlah kursi, menambah power untuk partai sedangkan untuk perempuan, kami pendekatannya lain, kalau ada perempuan di sana diharapkan isu-isu perempuan yang memang harus dikerjakan mereka akan garap tetapi ini kan juga tidak terjadi. Dari 18 persen perempuan di DPR, itu yang mau berkomunikasi dengan masyarakat sipil yang mau kerjasama dalam perumusan undang-undang ga banyak," papar Yuda.

Menanggapi permintaan itu, Komisioner KPU Evi Novida Ginting mengatakan, keterwakilan perempuan bisa ditingkatkan dengan cara meningkatkan sosialisasi dan pendidikan pemilih untuk perempuan. Evi berharap perempuan bisa mengikuti berbagai agenda KPU, baik di parpol maupun dalam sosialisasi di tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota.

Yuda Irlang menjelaskan keterwakilan perempuan dalam parlemen ini perlu menjadi perhatian penting karena kehadiran perempuan di parlemen memberikan otoritas pada perempuan untuk membuat kebijakan yang berkontribusi besar pada pencapaian hak-hak perempuan, khususnya kesetaraan gender. Sebab seringkali anggota laki-laki tidak dapat sepenuhnya mewakili kepentingan perempuan karena adanya perbedaan pengalaman dan kepentingan antara keduanya.

Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Syarif Hasan mengatakan selama ini Partai Demokrat telah mengakomodir keterwakilan perempuan. Dia menjelaskan apabila di suatu daerah tidak ada petahana dari Partai Demokrat maka lanjutnya partainya pasti memasukan perempuan pada urutan nomor satu.

Syarif menambahkan, "Cuma masalahnya terpilih atau tidak. Jadi keterpilihan yang menjadi permasalahan karena sekarang ini kan susah. Ini kan rakyat yang memilih. Kita tidak bisa lebih jauh daripada mencalonkan dan sekedar kampanye. Partai sudah mengakomodir. Memang untuk mencari calon-calon yang berkualitas memang salah satu hambatan. Kalau sekedar perempuan tidak terlalu sulit. Lebih lagi kualitas dan popularitasnya yang sedikit agak terbatas."

Sebelumnya Pengamat Politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro mengatakan peran perempuan di politik masih terganjal nilai budaya patriaki yang mengakar di masyarakat.

"Ada nilai-nilai budaya yang memang tidak memberikan peluang yang sangat besar kepada perempuan. Kalaupun perempuan tertarik pada bidang yang disukai oleh para kaum pria nya, itu perempuan harus memiliki bekal yang sangat luar biasa. Bekal, substansi dan sebagainya sehingga tidak ada pelecehan terhadap perempuan itu karena memang nilai-nilai tertentu kita tidak mengarusutamakan perempuan itu," jelas Zuhro.

Perserikatan Bangsa-bangsa menargetkan keterwakilan atau partisipasi perempuan dan laki-laki pada tahun 2030 tidak lagi ada ketimpangan alias seimbang. Data dari Inter-Parliamentary Union menyatakan bahwa Indonesia menempati peringkat keenam terkait keterwakilan perempuan dalam parlemen. Proporsi perempuan yang berada di parlemen Indonesia berada di bawah 20 persen.

Sementara di Asia Tenggara, tiga negara yaitu Filipina, Laos dan Vietnam memiliki proporsi perempuan paling tinggi di parlemen yaitu di atas 25 persen. [fw/em]

Let's block ads! (Why?)

Read For More Keterwakilan Perempuan yang Tak Kunjung Tercapai : http://ift.tt/2DGjk1U

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Keterwakilan Perempuan yang Tak Kunjung Tercapai"

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.