Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia Dian Kartika Sari kepada VOA, Rabu (28/11) mengatakan pengesahan Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual penting dilakukan segera karena banyak sekali kekerasan seksual yang tidak terakomodir di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Kejahatan seksual yang diatur dalam KUHP belum bisa menjawab permasalahan yang muncul selama ini. Menurutnya kejahatan seksual yang diatur dalam KUHP hanya sebatas pencabulan dan pemerkosaan.
Selain itu lanjutnya pencabulan di KUHP tidak terlalu jelas definisinya sehingga sering kali orang-orang yang jelas-jelas melakukan pemerkosaan dituntut dengan kejahatan pencabulan.
Definisi pemerkosaan dalam KUHP kata Dian juga sangat sempit. Perkosaan itu memaksa seseorang melakukan persetubuhan artinya hanya sebatas ada penetrasi. Jika tidak maka hal tersebut tidak dianggap sebagai pemerkosaan.
Dian juga mengungkapkan aturan yang ada saat ini tidak memberikan jaminan perlindungan dan pemulihan kepada korban kekerasan.
Lebih lanjut Dian mengatakan dalam draft RUU Penghapusan Kekerasan Seksual ada sembilan jenis kekerasan seksual yang diatur seperti pelecehan seksual, eksploitasi seksual , pemerkosaan, pemaksaan aborsi, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan pelacuran, pemaksaan perkawinan, penyiksaan seksual dan perbudakan seksual.
“Di dalam RUU itu ada sembilan jenis kejahatan seksual yang terinci dengan definisi dan mengkriminal termasuk modusnya jelas sekali sehingga kalau dia memenuhi unsur-unsur tadi dengan jelas hakim bisa memvonis hukumannya,” ujar Dian.
Jika sudah disyahkan, Dian berharap agar sosialisasi yang baik dapat dilakukan kepada penegak hukum baik itu polisi maupun kejaksaan.
Ketua Panja RUU Penghapusan Kekerasan Seksual DPR Marwan Dasopang mengatakan lembaganya sangat berkomitmen menyelesaikan RUU ini dengan segera. Menurutnya tim panja ini berharap ke depan, korban dan pelaku dari kekerasan atau pelecehan harus ditangani secara komprehensif.
Selain itu perlu ada sinkronisasi dengan undang-undang lain yang berkaitan, yang sekarang sedang direvisi seperti KUHP.
Menurutnya panja terus membahas Undang-undang itu. Ia tidak mau substansi dari RUU ini menimbulkan masalah lain di kedepannya sehingga harus penuh kehati-hatian.
Definisi jenis kekerasan seksual yang diatur dalam draft RUU diperluas. Pemerkosaan misalnya tidak harus dibuktikan dengan adanya sperma, yang mempersulit korban mendapat keadilan. Pelecehan seksual juga tidak hanya diartikan sebagai kontak fisik maupun verbal, dalam konteks seksualitas pun bisa dikategorikan pelecehan seksual.
Dalam RUU tersebut kata Marwan juga diatur pasal tentang hak korban untuk mendapatkan perlindungan dan rehabilitasi. Sekarang, pemerintah lanjut Marwan masih kurang memberikan fasilitas perlindungan korban, maka oleh karena itu nanti juga akan ada pasal yang mengikat pemerintah untuk melakukan pemulihan .
“Pemerintah nanti berkewajiban untuk merehabilitasi pelaku dan korban. Cuma pelakunya harus dihukum dahulu . Kedua, nanti akan ada semacam karena situasi masyarakat kita kurang peduli terhadap lingkungannya maka nanti akan ada partisipasi masyarakat yang disebut dengan peringatan dini. Bentuknya misalnya ada posko-posko tempat mengadu, nah itu juga masih kita cari pasalnya seperti apa. Dalam rehabilitasi nanti, partisipasi masyarakat akan dibuka pasal ini, siapa-siapa lembaga yang boleh berpartisipasi,” papar Marwan.
Marwan berharap jika RUU ini disahkan, penanganan yang dilakukan polisi dalam kasus kekerasan ini berbeda dari sebelumnya. Marwan mencontohkan jika sudah ada hasil visum korban, polisi tidak perlu lagi menanyakan kepada korban menikmati atau tidak.
Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyatakan angka kejadian kekerasan seksual terhadap perempuan di Indonesia sangaat tinggi.
Merujuk pada laporan Komnas Perempuan, angka kekerasan sempat turun pada 2016 dari 321. 752 laporan pada tahun 2015 menjadi 259.150. Angka kembali melonjak pada 2017 yang mencapai 348.446 laporan. Sementara data tahun ini sedang direkapitulasi dan akan dirilis pada Maret 2019.
Jenis kekerasan seksual terbanyak adalah pemerkosaan, pelecehan verbal dan pencabulan. Komnas Perempuan juga menyatakan kekerasan seksual di dunia maya dalam setahun ada 65 laporan pelecehan seksual berbasis cyber. Misalnya penyebaran foto pribadi, peretasan akun media sosial untuk mempermalukan dan menyebarkan obrolan pribadi dengan pacar atau istri ke grup aplikasi pesan pendek. [fw/as]
Bagikan Berita Ini
0 Response to "DPR Didesak Segera Sahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual"
Posting Komentar