Para perunding Amerika dan Taliban mengatakan mereka telah menyetujui rancangan kerangka kerja untuk kesepakatan damai yang bertujuan mengakhiri 17 tahun keterlibatan Amerika dalam konflik di Afghanistan. Kerangka kerja itu dibuat selama enam hari pembicaraan pekan lalu di Qatar. Para analis mengatakan ada banyak kendala dalam perjalanan menuju kesepakatan damai berkelanjutan untuk Afghanistan.
Kesepakatan itu akan mencakup penarikan sekitar 14.000 tentara Amerika dari Afghanistan sebagai imbalan komitmen kelompok Taliban untuk menghentikan kekerasan dan tidak menyediakan tempat berlindung bagi kelompok-kelompok teroris.
Juru bicara Gedung Putih Sarah Sanders mengatakan, “Prioritas kami adalah untuk mengakhiri perang di Afghanistan dan memastikan bahwa tidak pernah ada lagi pangkalan untuk terorisme di Afghanistan.”
Juru bicara Gedung Putih Sarah Sanders mengatakan kepada para wartawan hari Senin (29/1) bahwa perundingan akan dilanjutkan, tetapi ia tidak bersedia memberikan perincian.
Zalmay Khalilzad, Utusan Khusus Amerika untuk Rekonsiliasi Afghanistan, berada di Kabul pada akhir pekan lalu untuk menyampaikan laporan kepada Presiden Ashraf Ghani tentang kemajuan pembicaraan itu. Ghani menyerukan sekali lagi untuk mengadakan pembicaraan langsung dengan kelompok Islamis tersebut.
Presiden Ashraf Gani mengatakan, "Saya menyerukan kepada Taliban untuk meninggalkan rencana jahat orang asing dan menunjukkan kehendak mereka sebagai orang Afghanistan, dan menerima tuntutan rakyat Afghanistan untuk perdamaian, dan mengadakan pembicaraan serius dengan pemerintah Afghanistan.”
Para pemimpin Taliban sejauh ini menolak perundingan langsung dengan pemerintah, yang mereka sebut sebagai boneka Amerika.
Mantan Duta Besar Amerika James Dobbins mengatakan kedua pihak telah menyimpulkan bahwa tidak ada solusi militer bagi konflik di Afghanistan, tetapi menurutnya banyak kendala yang belum diatasi.
“Pertama, apakah Taliban mau berbicara dengan pemerintah Afghanistan dan menghentikan pertempuran ketika mereka melakukan pembicaraan itu? Kedua, apakah negosiasi dengan pemerintah Afghanistan akan berhasil mencapai kesepakatan mengenai rencana memerintah Afghanistan? Dan ketiga, akankah perjanjian itu diimplementasikan?,” jelasnya.
Para aktivis HAM mengatakan perjanjian yang kokoh harus membahas hak asasi manusia, terutama hak-hak perempuan.
Sima Samir, aktivis HAM dari Komisi Hak Azasi Manusia Afghanistan, mengatakan, "Jika pihak-pihak dalam pembicaraan damai, termasuk Amerika dan pemerintah Afghanistan, mengesampingkan hak asasi manusia dan hak-hak perempan dari pembicaraan mereka, maka upaya itu tidak akan kondusif bagi perdamaian abadi, tetapi hanya merupakan kesepakatan politik jangka pendek.”
Sima Samar, aktivis HAM dan mantan menteri pemberdayaan perempuan di Afghanistan, mengatakan kepada VOA bahwa ada prasyarat penting lainnya untuk keberhasilan setiap perjanjian perdamaian. “Jika pihak Taliban tidak meminta maaf kepada rakyat Afghanistan dan menyesali tindakan kekerasan yang pernah mereka lakukan, maka tidak akan ada rekonsiliasi.”
Taliban berkuasa di Afghanistan dari tahun 1996 hingga invasi pimpinan Amerika setelah serangan teroris 11 September 2001 di Amerika oleh al-Qaida. Al-Qaeda telah menggunakan sebagian wilayah Afghanistan dan wilayah Pakistan sebagai pangkalannya. [lt]
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Para Analis Lihat Banyak Hambatan untuk Perdamaian di Afghanistan"
Posting Komentar