Semuanya yang dicapai Emmanuel Macron dalam satu tahun ini sebagai Presiden Perancis, yang terpenting adalah hubungan akrab namun tegas dengan Donald Trump.
Mulai dari jabat tangan yang berubah jadi adu tenaga mereka sampai keberhasilannya meyakinkan Trump untuk mengebom Suriah, ini merupakan hubungan yang penuh teka-teki. Dan persahabatan ini akan ditunjukkan secara penuh hari Senin (23/4) ketika Macron melawat ke Washington.
Macron sering berhubungan lewat telepon dengan Trump, sementara pemimpin-pemimpin dunia lain enggan atau terlalu lemah untuk membujuk presiden Amerika yang impulsif itu. Macron punya perhitungan bahwa adalah lebih cerdik dan aman untuk bicara dengan Trump ketimbang mengucilkan dia.
Presiden Perancis berusia 40 tahun yang beraliran moderat progresif itu membela pendekatan yang dilakukannya dengan Trump berusia 71 tahun dan konservatif itu dalam wawancara di Fox News Sunday.
“Saya tidak akan melakukan penilaian… bagaimana seharusnya presiden Anda, atau mempertimbangkan, karena kontroversi-kontroversi ini atau karena ada penyelidikan, presiden Anda kurang kredibel,” katanya.
Presiden Perancis ini akan bisa meraih banyak keuntungan dari lawatan tiga hari ini. Dia ingin memperkuat citranya sebagai wajah Eropa masa kini, dan pembela nomor satu dari tatanan liberal dunia, serta juga membuktikan bahwa Perancis berperan penting dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan dunia, seperti ambisi nuklir Iran dan perang dagang internasional.
Tujuan Macron kedengarannya seperti sesuatu di awang-awang, tetapi sebenarnnya konsisten dengan strategi global “Perancis akan kembali” yang ditetapkan Macron untuk masa jabatannya.
Macron juga berbicara secara teratur dengan Presiden Rusia Vladimir Putin dan pemimpin-pemimpin kontroversial lainnya. Dia mengupayakan manuver diplomatiknya sendiri di Timur Tengah dan sasarannya adalah mempertahankan kepentingan Perancis dan menjamin Eropa tetap berperan dalam masa depan kawasan itu.
Meskipun mereka tampak bersahabat, Macron dan Trump tidak sepakat dalam beberapa isu mendasar.
Misalnya isu pemanasan global, Macron memperolok Trump dan dalam sebuah video di Twitter dia merekam “Make our planet great again!” yang menyindir slogan kampanye Trump “Make America Great Again.” Video ini diposting tak lama sesudah Trump mengumumkan akan menarik diri dari kesepakatan iklim Paris tahun lalu.
Kebijakan terhadap Iran merupakan masalah yang tidak mereka sepakati. Perancis adalah pembela paling gigih dari kesepakatan dengan Iran pada 2015 yang akan meredam ambisi nuklir Iran. Trump mengancam akan menarik diri dari persetujuan itu bulan depan. Macron berharap akan mencapai kemajuan minggu ini dan meyakinkan Trump agar tetap bertahan dalam persetujuan itu.
Juga dalam perdagangan, Macron dan Kanselir Jerman Angela Merkel telah menampik keras pemberlakuan tarif baja dan cita-cita America First yang dicanangkan Trump, yang akan mengancam pasar Uni Eropa.
Lawatan ini diatur sedemikian rupa sehingga sifatnya lebih simbolis dan tidak punya agenda substantif, serta tidak akan ada terobosan besar.
Tetapi untuk jangka panjangnya, Macron berharap, hubungan baiknya dengan Trump akan bisa mengurangi perbedaan pandangan mereka. Kantor kepresidenan Perancis menekankan kerja sama Amerika Perancis dalam serangan misil di Suriah baru-baru ini sebagai model untuk tindakan bersama mereka di masa depan.
Jadi bagaimana sebenarnya Macron berhasil menghindari membuat Trump marah, yang sangat peka dan mudah tersinggung?
“Dia pandai memanipulasi Trump dengan baik,” kata Nicolas Dungan, peneliti senior di Atlantic Council, sebuah lembaga kajian di Washington.
Sementara pemimpin-pemimpin lain dan politisi veteran Washington mengucilkan Trump, Macron “merangkul dan menghormati dia dan tidak membuat dia marah,” kata Dungan. “Ini sebuah strategi mempengaruhi yang sangat efektif … lewat respek dan memperlakukan dia sebagai seorang presiden.”
Meskipun Macron lebih kecil dan muda dari Trump, Macron berhasil berinteraksi dengan Trump yang menimbulkan kekaguman dan bukan ketidak-senangan, dimulai dari pertemuan pertama mereka di KTT NATO Mei tahun lalu, di mana jabat tangan dengan Trump yang menghebohkan itu terjadi.
Dalam dunia Trump yang bersifat konfrontasi, Macron memberi kesan blak-blakan, dan siap tempur,” kata Francois Heibourg, mantan penasihat Pemerintah Perancis dan kini pemimpin dari International Institute for Strategic Studies. Dalam pertemuan NATO mereka, “Macron menjabat tangan kuat-kuat dengan Trump, dan ini merupakan awal dari persahabatan yang akrab,” kata Heisbourg.
Lawatan presiden Perancis ke Amerika ini akan memperagakan “kemampuan Macron untuk bisa cocok dengan pemimpin yang bergaris keras,” kata Heisbourg. “Dia tampaknya satu-satunya pemimpin yang bisa bicara dengan pemimpin seperti itu secara substantif, sementara tidak tampil seakan-akan mengalah.”
Presiden Emmanuel Macron juga berharap lawatannya ke Washington akan meningkatkan citranya di tempat lain, mulai dari Uni Eropa, Suriah, sampai pencapaian perdamaian Israel Palestina.
Lawatan ini juga sebuah pengalihan perhatian yang disambut gembira dari sudut pandang Macron, karena kesulitan di front domestik yang dihadapinya. Dia berangkat ke Amerika pada hari yang sama serikat buruh akan melakukan aksi mogok kerja dan akan menghentikan transportasi umum dan penerbangan Air France.
Emmanuel Macron sudah siap untuk dimanjakan di dua acara makan malam bergengsi dan akan memberi pidato khusus kepada Kongres, dan sementara itu baik Gedung Putih maupun Istana Elysee menekankan kesamaan kedua pemimpin itu serta menghindari perbedaan. [jm]
Read For More Mengapa Globalis Macron Bersahabat dengan Trump yang Nasionalis : https://ift.tt/2F6QV15Bagikan Berita Ini
0 Response to "Mengapa Globalis Macron Bersahabat dengan Trump yang Nasionalis"
Posting Komentar