Konflik berdarah kembali meletup di Negara Bagian Rakhine, Myanmar, dihuni etnis minoritas Rohingya yang merupakan warga muslim. Setelah serangan dilakukan oleh kelompok pemberontak Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA), kekerasan kembali terjadi. Hal ini memaksa sekitar 18 ribu warga Rohingya menyeberang ke negara tetangga Bangladesh untuk mengungsi.
Konflik di Rakhine ini mendapat sorotan internasional karena diduga pasukan pemerintah Myanmar melakukan serangan balasan secara serampangan sehingga menyebabkan banyak penduduk sipil tewas.
Indonesia yang tahun lalu juga aktif terlibat dalam upaya penyelesaian konflik di Rakhine melalui jalan dialog sekaligus membantu upaya pemulihan di daerah konflik tersebut, kali ini kembali bersuara.
Bertempat di kantornya, Kamis (31/8), Menteri Luar Negeri Retno Marsudi meresmikan Program Humanitarian Assistance for Sustainable Community (HASCO) untuk Myanmar. Acara ini juga dihadiri oleh perwakilan dari sebelas organisasi sosial kemasyarakatan yang tergabung dalam Aliansi Kemanusiaan Indonesia untuk Myanmar (AKIM) dan Duta Besar Indonesia untuk Myanmar Salman al-Farisi.
Dalam sambutannya, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menekankan tidak banyak negara yang dapat melakukan sinergi sangat kuat antara pemerintah dengan organisasi kemanusiaan dan masyarakat untuk satu tujuan: membantu situasi kemanusiaan, dalam hal ini di Myanmar.
Retno menambahkan sinergi antara pemerintah dengan lembaga nirlaba dan masyarakat ini tidak menggunakan basis agama tertentu. Karena selain organisasi kemanusiaan Islam, banyak juga bantuan diperoleh dari organisasi keagamaan lainnya.
Karena itu, lanjut Retno, pemerintah dengan berbesar hati bisa mengatakan inilah Indonesia. Indonesia yang majemuk, peduli terhadap situasi kawasan, situasi kemanusiaan, dan ingin melakukan kerja sama secara konstruktif.
Pada kesempatan tersebut, Retno menegaskan kembali komitmen Indonesia untuk membantu pemerintah Myanmar dalam membangun Negara Bagian Rakhine, dalam proses reformasi dan rekonsiliasi, mendorong pembangunan yang sifatnya inklusif, termasuk penguatan demokratisasi.
Menurut Retno, Indonesia selalu mengikuti dari perkembangan yang terjadi di Negara Bagian Rakhine. Dia menambahkan Indonesia prihatin terhadap situasi keamanan dan menyesalkan jatuhnya korban di Rakhine setelah terjadi serangan pada 25 Agustus lalu.
"Indonesia mendorong pemerintah Myanmar dapat segera memulihkan stabilitas keamanan di Negara Bagian Rakhine. Indonesia juga meminta kepada semua pihak untuk dapat menahan diri dan tidak menggunakan kekerasan. Kita mengharapkan pemerintah Myanmar dapat memberikan perlindungan kepada semua orang yang ada di Negara Bagian Rakhine, termasuk komunitas Islam, dan akses kemanusiaan juga dapat diberikan agar krisis kemanusiaan tidak menjadi memburuk," kata Menteri Luar Negeri Retno Marsudi.
Retno menekankan stabilitas dan perdamaian merupakan syarat mutlak bagi pembangunan ekonomi di Negara Bagian Rakhine.
Setelah kekerasan meletup lagi, lanjut Retno, pemerintah Indonesia aktif berkomunikasi dengan pihak-pihak terkait agar situasi tidak semakin memburuk. Retno mengatakan dirinya telah berbicara dengan penasihat keamanan nasional Myanmar dan menteri luar negeri Bangladesh, karena dia yakin hubungan baik antara Myanmar dan Bangladesh dapat mendukung membaiknya situasi di Rakhine.
Ketua Pelaksana AKIM Muhammad Ali Yusuf mengatakan AKIM merupakan gabungan dari sebelas lembaga yang selama ini aktif dalam kegiatan kemanusiaan. Dia menambahkan aliansi ini merupakan bentuk sinergi antara pemerintah dan masyarakat Indonesia dalam membantu mengatasi krisis kemanusiaan di Rakhine.
Lebih lanjut Muhammad Ali menjelaskan AKIM telah dua kali melaksanakan evaluasi program di Rakhine agar dapat memotret kondisi sesungguhnya di lokasi pelaksanaan program, sehingga dapat menyusun rencana program bantaun kemanusiaan yang relevansinya tinggi serta dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien.
Untuk melaksanakan program kemanusiaan tersebut, menurut Muhammad Ali, AKIM sudah berkoordinasi dengan pemerintah pusat Myanmar dan otoritas di Rakhine, juga berkomunikasi secara intensif dengan lembaga-lembaga nirlaba lokal dan kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa di sini dan Yangoon.
"Program AKIM akan dilaksanakan selama dua tahun dan sangat dimungkinkan untuk berlanjut jika memang dibutuhkan. Program kami adalah Humanitarian Assistance for Sustainable Community (HASCO). Tujuan program kami adalah untuk mendukung terpenuhinya kebutuhan dasar bagi masyarakat di Negara Bagian Rakhine terakit dengan kesehatan, pendidikan, ekonomi, dan kebutuhan dasar lainnya," kata Muhammad Ali.
Lebih lanjut Muhammad Ali mengatakan sasaran penerima manfaat dari program AKIM adalah dua komunitas, muslim dan Buddha yang sama-sama membutuhkan bantuan. Dia menambahkan total komitmen dalam dua tahun program AKIM sebesar US$ 2 juta, diperoleh dari sumbangan masyarakat Indonesia melalui lembaga-lembaga anggota AKIM.
Sampai saat ini, Indonesia telah memberikan bantuan berupa empat sekolah senilai US$ 1 juta di komunitas muslim dan Buddha di Negara Bagian Rakhine yang diresmikan pada 2014, sepuluh kontainer berisi makanan dan pakaian yang diluncurkan oleh Presiden Joko Widodo pada Desember 2016, serta dua sekolah di Sittwe, Rakhine, yang diresmikan pada Januari tahun ini.
Retno menambahkan Indonesia juga akan membangun sebuah rumah sakit di Rakhine. Izin pembangunan rumah sakit sudah diperoleh dan rancangannya juga sudah selesai. Retno mengatakan proses pembangunan rumah sakit itu diharapkan sudah bisa dimulai Oktober tahun ini. [fw/lt]
Read For More Indonesia Luncurkan Program Bantuan Kemanusiaan bagi Myanmar : http://ift.tt/2wledPtBagikan Berita Ini
0 Response to "Indonesia Luncurkan Program Bantuan Kemanusiaan bagi Myanmar"
Posting Komentar